Selasa, 17 April 2012

“Swasembada Gula” Mangkinkah Tercapai

Pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) hanya tinggal memiliki waktu kurang dari tiga tahun untuk memenuhi janjinya yaitu, mencapai pembangunan yang dicanangkan sejak terpilihnya sebagai Presiden kedua kalinya. Di dalam target itu, antara lain adalah swasembada pangan, termasuk gula, berbasis produksi dalam negeri. Pertanyaan yang paling mendasar adalah mampukah pemerintahan SBY meraih tingkatan swasembada gula pada tahun 2014 yang kurang dari tiga tahun ini?.

Produksi dan Konsumsi

Produksi gula secara nasional sekarang ini dihasilkan oleh 62 pabrik gula (PG) yang dikelola 13 perusahaan negara (BUMN) dan swasta, 51 PG milik BUMN. Hasil produksi gula nasional rata-ratanya sebesar 2,7 ton pertahun dengan rata-rata areal tanaman tebu seluas 450.000 hektare.

Produksi gula pada tahun 2003 sebesar 1,632 juta ton, mengalami kenaikan pada tahun 2004 menjadi 2,052 juta ton. Puncak produksi tertinggi tercapai pada tahun 2008 yaitu sebesar 2,668 juta ton; namun kemudian terus menurun menjadi 2,3 juta ton pada tahun 2009, dan 2,214 juta ton pada tahun 2010; untuk tahun 2011 produksinya menurun lagi yaitu hanya 2,15 juta ton.

Sebaliknya, volume impor gula nasional cenderung semakin meningkat dari tahun ke tahun yaitu : sebesar 0,79 juta ton (2005); 1,51 juta ton (2006); 2,99 juta ton (2007); 1,82 juta ton (2008); 1,6 juta ton (2009); 2,04 juta ton (2010); dan 2,06 juta ton (2011, sampai bulan September 2011).

Agar tingkatan swasembada gula pada tahun 2014 dapat tercapai, maka hasil produksi gula nasional pada tahun tersebut harus dapat mencapai sebesar 5,7 juta ton, untuk memenuhi tingkat konsumsi gula nasional (konsumsi-konsumsi rumah tangga, industri, dan cadangan nasional).

Hasil produksi gula dapat mencapai sebesar 5,7 juta ton jika ada penambahan luas areal tanaman tebu seluas 350.000 hektare. Jika sampai sekarang ini luas areal tanaman tebu seluas 450.000 hektare, maka tingkatan swasembada gula pada tahun 2014 akan dihasilkan oleh areal tanaman tebu seluas 800.000 hektare.

Penambahan 350.000 Hektar.

Menteri Kehutanan menyanggupi akan segera menyerahkan lahan seluas 350.000 hektare, dan yang telah disiapkan untuk ditanami tebu adalah seluas 25.000 hektare di Merauke, Papua. Yang perlu dipertanyakan adalah : Pertaman, penambahan seluas 350.000 hektare itu lokasinya di mana saja, kondisi kepencarannya dan topografinya serta ketinggiannya, derajat keasaman lahannya yang sesuai dengan syarat pertumbuhan tebu, serta kondisi lingkungannya. Perlu penelitian pendahuluan dan penyusunan Feasibility Study.

Kedua, Bagaimana status lahannya, apakah benar-benar tanah negara yang selama ini dikelola Kementerian Kehutanan. Hal ini untuk menghindari jangan sampai terjadi penyerobotan tanah ulayat atau tanah rakyat. Dan yang ketiga, dengan adanya penambahan luas lahan 350.000 hektare itu, apakah sudah disiapkan juga pembangunan pabrik gula baru sebanyak 15 - 20 pabrik yang setara dengan penambahan luas lahan tersebut. Barangkali pembangunan pabrik-pabrik gula baru sebanyak itu tidak akan selesai selama 2 - 3 tahun, sehingga akan sulit mencapai swasembada gula tahun 2014.

Kelemahan program pergulaan Indonesia sampai sekarang ini, masih berorientasi pada hasil produksi gula nasional, bukan peningkatan hasil produksi gula perhektare lahan yang juga dapat meningkatkan pendapatan petani tebu. Dengan demikian terjadinya kenaikan hasil produksi gula nasional itu disebabkan adanya perluasan areal tanaman tebu (ekstensifikasi), bukan karena peningkatan mutu pengelolaan tanaman tebu (intensifikasi).

Dengan perluasan areal tanaman tebu itu maka masa giling pabrik gula menjadi lebih lama yaitu selama 8 - 9 bulan, yang mengakibatkan rata-rata produktivitas tebu dan rendemen gula pada batang tebu menjadi sangat rendah sehingga merugikan petani tebu dan pabrik gula itu sendiri.

Program penambahan luas lahan untuk tanaman tebu seluas 350.000 hektare itu lebih baik jangan dipaksakan karena banyak mengandung risiko yang berkaitan dengan pendanaan ekonomi biaya tinggi, manipulasi dan korupsi, serta kasus-kasus pertanahan.

Lebih baik jika lahan untuk areal tanaman tebu yang tersedia sekarang ini dikelola benar-benar secara intensif (secara Reynoso) sehingga dapat menghasilkan produktivitas tebu dan gulanya yang tinggi seperti pada tahun 1930 misalnya, yang dapat menghasilkan gula sebesar 17 ton perhektare. Tidak seperti sekarang ini, areal tanaman tebu seperti semak belukar sehingga hasilnya hanya sekitar 6 ton gula per hektare.

0 komentar:

Posting Komentar

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More