Senin, 23 April 2012

Harga Kakao Olahan tetap Stabil

Harga kakao olahan diperkirakan stabil sampai akhir tahun ini berkisar US$ 4.500
per ton sampai US$ 5.000 per ton, menurut asosiasi industri. Perkiraan tersebut
berpatokan pada kondisi harga bahan baku berupa biji kakao yang diperkirakan
juga stabil.

Ketua Umum Asosiasi Industri Kakao Indonesia (AIKI), Pieter Jasman
mengatakan, komponen yang paling mempengaruhi harga kakao olahan adalah
bahan baku yang komposisinya mencapai 80%.

"Sisanya untuk energi, kemasan, distribusi dan lainnya. Jika harga bahan bakar
minyak (BBM) subsidi naik, itu tidak akan mempengaruhi harga kakao olahan,"
kata Pieter.

Pieter menerangkan harga bahan baku berfluktuasi mengikuti kondisi pasar dan
pasokan. Data International Cocoa Organization menyebutkan harga biji kakao
olahan tercatat US$ 2.292 per ton di akhir Maret 2012.

Pada kuartal I 2012, harga kakao olahan untuk jenis bubuk dan lainnya mencapai
US$ 4.500 per ton. Harga tersebut turun dibandingkan akhir 2011. Penurunan
harga terjadi seiring masa panen di berbagai negara penghasil kakao dunia.

Tiga negara penghasil kakao dunia antara lain Pantai Gading, Ghana, dan
Indonesia. Pieter memperkirakan harga kakao olahan di kuartal I 2012 tidak akan
jauh berbeda dengan kuartal II 2012.

"Biasanya dari pengalaman kami harga antara kuartal I dan II tidak akan ada
perbedaan," jelasnya.

Direktur Keuangan PT. Prasidha Aneka Sukiantono Budinarta mengatakan, tahun
ini produksi kakao olahan nasional ditargetkan mencapai 550 ribu ton. Kenaikan
produksi dan penjualan seiring pertumbuhan permintaan. PT Prasidha Aneka
Niaga Tbk (PSDN) berencana memulai kembali produksi kakao olahan di 2012
ini setelah beberapa tahun terakhir tidak memproduksi segmen tersebut.

"Kami akan memulai produksi kakao olahan dengan skala produksi yang masih
kecil," ujar Sukiantono Budinarta.

Perseroan memiliki pabrik pengolahan kakao dengan kapasitas produksi 20
ribu ton per tahun. Sejak krisis ekonomi tahun 1998, pabrik tersebut tidak lagi
berproduksi. Prasidha akan memproduksi kakao olahan dengan volume produksi
sebesar 1.000 ton di 2012.

Kecilnya volume produksi kakao olahan perseroan karena proses produksi
setelah lama tidak berproduksi membutuhkan biaya yang besar. Perseroan

akan meningkatkan volume produksi kakao olahan secara bertahap. Prasidha
menargetkan penjualan tahun ini mencapai Rp 1,47 triliun, meningkat 38,67%
dari proyeksi penjualan 2011 sebesar Rp 1,06 triliun. Peningkatan target
ini dipengaruhi oleh kenaikan volume penjualan. Perseroan menargetkan
pertumbuhan volume penjualan di 2012 sebesar 37,9% menjadi 37.568 ton dari
target tahun lalu sebesar 27.240 ton.

Nilai Ekspor

Asosiasi Kakao Indonesia (Askindo) memperkirakan, ekspor kakao olahan pada
2012 bisa mencapai 350.000 ton. Jumlah itu mengalami kenaikan dibandingkan
tahun lalu yang hanya 250.000 ton.

Ketua Askindo Zulhelfi Sikumbang mengatakan, peningkatan ekspor terjadi
karena adanya over supply kakao. Menurutnya, krisis ekonomi Eropa dan
Amerika Serikat (AS), tidak akan berdampak langsung terhadap kinerja ekspor
kakao olahan asal Indonesia.

“Kakao Indonesia tidak pernah ditolak oleh negara lain. Meski harga akan
menjadi turun atau naik karena terjadi krisis, tapi pasar di sana akan tetap ada,”
kata Zulhelfi.

Harga kakao olahan pada tahun ini akan mencapai sekitar USD2.000-USD2.800
per ton. Zulhelfi mengatakan, harga itu hampir sama dengan 2011. “Semenjak
krisis Eropa dan over produksi dari Afrika Barat harga kakao sudah turun 40
persen,” ucapnya.

Sekadar informasi, Kementerian Perindustrian (Kemenperin) mencatat, ekspor
kakao olahan Indonesia meningkat dari USD142 juta pada Januari – Mei 2010
menjadi USD216,4 juta pada 2011. Adapun ekspor cokelat untuk periode yang
sama naik dari USD12,2 juta dari tahun lalu menjadi USD16 juta pada 2011.

Di sisi lain, ekspor biji kako turun dari USD448,3 juta pada tiga bulan pertama
tahun lalu menjadi USD289,4 juta pada 2011.

Terkait produksi pada tahun ini, dia menjelaskan, akan mencapai 500.000 ton,
atau naik dibandingkan 2011 yang sebesar 420.000 ton. Peningkatan produksi,
kata dia, didorong oleh iklim cuaca yang baik. Sedangkan pada 2011, produksi
merosot tajam akibat anomali cuaca yang buruk.

“Pada 2010 yang lalu produksi kakao Indonesia sempat mencapai angka 575.000
ton, sayangnya pada 2011 mengalami penurunan menjadi hanya sebesar 420.000
ton karena musim kemarau bertemu dengan musim hujan,” ungkapnya.

0 komentar:

Posting Komentar

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More