Senin, 23 April 2012

Sawit sebagai Primadona dan Kisruh Lingkungan

Komoditi kelapa sawit sudah menjadi primadona di pasaran, dimana tanaman
ini sudah menguasai hampir seluruh pasar minyak nabati global. Akan tetapi
disamping ketenaran dan kontribusinya bagi pertumbuhan perekonomian Negara,
tanaman ini tidak lepas dari dinamika konflik ekonomi, sosial, dan budaya yang
kental dirasakan belakangan ini.

Pola hubungan yang kurang harmonis antara pemangku kepentingan dengan
masyarakat setempat yang melibatkan pembuat kebijakan menimbulkan pro
dan kontra. Hal ini tentu saja berdampak buruk bagi pertumbuhan ekonomi dan
lingkungan setempat, seperti terancamnya kearifan lokal, yang pada akhirnya
terjadi berbagai kasus yang belakangan banyak diberitakan berbagai media massa.

Sudah sepatutnya para pengusaha perkebunan kelapa sawit belajar dari kesalahan
di masa lampau, salah satunya dengan melakukan praktik perkebunan yang
ramah lingkungan sekaligus menjaga hubungan yang baik antara pemilik lahan
dan komunitas lokal. Dengan praktik perkebunan yang baik tentu saja dapat
meningkatkan produksi minyak kelapa sawit yang berkelanjutan yang memenuhi
azas kelestarian lingkungan.

Selain itu, juga dapat memberikan dampak positif bagi masyarakat dan
lingkungan setempat akibat dari konversi lahan menjadi perkebunan, seperti
tersedianya lapangan pekerjaan yang dapat meningkatkan taraf sosial penduduk.
Sebelum melakukan ekspansi lahan perkebunan, sebaiknya pemilik perusahaan
melakukan berbagai pendekatan kepada masyarakat setempat serta menjelaskan
segala dampak yang mungkin terjadi dan cara penanggulangannya.

Dalam melakukan konversi hutan menjadi lahan tidak boleh hanya
menguntungkan salah satu pihak saja. Kemudian perlu adanya MoU yang jelas
antara pemangku kepentingan dengan pihak buruh sehingga akan terbentuk suatu
sistem yang adil.

Perlu Kebijakan Yang Tepat

Perusahaan sebaiknya menerapkan inovasi baru dalam meningkatkan produksi
kelapa sawit, serta melakukan pembinaan dan pendidikan kepada buruh,
sehingga akan terwujud suatu perusahaan ideal yang peduli akan lingkungan dan
masyarakat setempat, yang akhirnya mampu mewujudkan perkebunan yang ramah
lingkungan. Sehingga target pemerintah untuk menjadikan Indonesia sebagai
penghasil kelapa sawit terbesar dapat dicapai.

Pemerintah sebagai pemangku kebijakan harus membuat suatu sistem peraturan
yang terikat dan harus dijalankan oleh pihak perusahaan. Dengan adanya
peraturan ini, diharapkan para pelaku usaha tidak semena-mena dalam melakukan
konversi hutan menjadi lahan perkebunan, selain itu pemerintah sebaiknya
lebih memihak kepada pengusaha lokal dalam membuat suatu kebijakan. Dan
memberikan apresiasi khusus bagi perusahaan berprestasi dalam meningkatkan
produksi kelapa sawit yang memperhatikan lingkungan.

Namun bentuk apresiasi yang paling dibutuhkan oleh pelaku usaha adalah
kemudahan dalam proses birokrasi, ketersedian sarana dan prasarana, serta
kemudahan dalam melakukan distribusi hasil perkebunan.

Di lain sisi apresiasi khusus harus diberikan kepada perusahaan yang melakukan
ekspansi perkebunan ke lahan gambut dan lahan kritis. Konversi lahan kritis
menjadi perkebunan merupakan salah satu alternatif yang patut di coba,
mengingat luas lahan kritis di Indonesia mencapai 52,5 juta ha. Pemanfaatan
lahan kritis sebagai perkebunan kelapa sawit bisa menjadi langkah awal dalam
mengembalikan ekosistem setempat ke bentuk semula.

Dengan hadirnya perusahaan kelapa sawit di wilayah tertinggal, diharapkan
mampu memberikan kontribusi dalam memicu pertumbuhan ekonomi daerah
terpencil dan mampu menjadi penyeimbang perekonomian di berbagai wilayah
Indonesia.

Selain itu pemerintah sebagai pembuat kebijakan harus melakukan pengawasan
terhadap setiap perusahaan untuk memastikan mereka menaati peraturan yang ada
dengan mengikuti azas kelestarian lingkungan. Selain itu MoU yang dibuat antara
pemangku kepentingan dengan buruh harus disepakati oleh kedua belah pihak dan
disetujui oleh pemangku kebijakan, sehingga kisruh kepentingan yang berdampak
pada rusaknya lingkungan tidak perlu terjadi.

Ramah Lingkungan

Keberadaan tanaman kelapa sawit selalu jadi topik perbincangan hangat yang
seolah tiada habisnya. Bersamaan itu, tuduhan miring kepada kelapa sawit pun
datang silih berganti. Namun, tuduhan itu kerapkali salah alamat, bahkan sama
sekali tidak mendasar. Faktanya, usaha kelapa sawit terus bertumbuh semakin
membesar.

Peristiwa kebakaran hutan, pembalakan hutan, pembunuhan satwa liar, dan
konflik agraria di negeri ini seringkali disangkutkan dengan perkebunan
kelapa sawit. Mungkin saja, terdapat satu atau dua oknum perusahaan yang
menyimpan ‘api dalam sekam’. Namun, praktik tersebut tidak mencerminkan
perilaku usaha perkebunan kelapa sawit pada umumnya. Janganlah semua
digeneralisasi!

Perusakan lingkungan sangat jauh dari cerminan semangat pekebun kelapa sawit.
Pasalnya, pekebun selalu mencintai tanaman. Bahkan, sejak perkebunan kelapa
sawit diperkenalkan semasa penjajahan Belanda dulu sudah menganut prinsip-
prinsip budidaya yang baik. Apabila menjelajahi lokasi-lokasi perkebunan dengan
tanaman sawit yang berusia tua, kita akan menjumpai pemandangan alam nan asri
dengan kesan apik, teratur dan nyaman.

Di sanalah, persahabatan dengan lingkungan sangat terasa bersentuhan langsung
dengan tumbuhnya perkebunan kelapa sawit. Kehidupan di dalam perkebunan
kelapa sawit kerap bernuansa kekeluargaan, manusia bersahabat dengan
lingkungan, bahkan binatang liar pun leluasa hidup tanpa sedikit pun diganggu.

Selanjutnya, tidak hanya bersahabat dengan lingkungan, kekerabatan dengan
masyarakat sekitar juga sudah dibangun sejak perkebunan kelapa sawit mulai
dibangun. Pasalnya, perkebunan kelapa sawit harus dapat bekerjasama dengan
Pemerintah Daerah hingga Pusat, penduduk sekitar dan pemukiman yang terdapat
di dalamnya. Kerjasama dan saling membangun sudah dimulai, sejak perkebunan
kelapa sawit akan dibangun di daerah tersebut.

Tumbuhnya perumahan pekerja, pemukiman sekitar, pertokoan, sekolah, Rumah

sakit dan berbagai fasilitas umum dan sosial lainnya, sangat mudah dijumpai di
kawasan perkebunan kelapa sawit. Tak jarang pula fasilitas tersebut dibuat dan
dihasilkan dari perusahaan dan petani kelapa sawit yang berhasil membangun
kebunnya.

Pentingnya bekerjasama dengan masyarakat sekitar guna melestarikan
lingkungan dalam membangun perkebunan kelapa sawit harus senantiasa dijaga.
Budaya menanam pohon jangan terputus akibat terlalu banyak isu-isu negatif
yang terus muncul.

Budidaya menanam pohon sambil berusaha hanya mungkin terjadi, apabila ada
keuntungan usaha yang didapat. Dengan keuntungan berusaha yang didapat,
maka bisa terus berusaha dan menjaga kelestarian alam dan terus menanam pohon
kelapa sawit.

Sesuatu tidak mungkin dan akan pernah terjadi, menjaga alam semesta tanpa
melakukan budaya menanam pohon.

Berbagai seminar dan lokakarya yang dilakukan di seluruh dunia selalu
menganjurkan untuk mencegah kerusakan alam dengan menanam pohon.
Bukankah kelapa sawit sebuah pohon yang juga ditanam?

Sebab, dengan tumbuhnya sebuah pohon, maka tumbuhlah sebuah kehidupan
baru. Lingkungan menjadi lebih hijau, hujan dapat terjadi, sehingga alam akan
menjaga ekosistemnya dengan siklus kehidupannya. Daun memasak dengan
menyerap CO2 dan menghasilkan makanan bagi tanaman serta memproduksi
oksigen bagi kehidupan.

Masyarakat pun dapat hidup dengan nyaman. Pasalnya, udara bersih jauh polusi
dan mendapatkan keuntungan berupa buah dari pohon yang ditanam untuk dijual
demi membangun kehidupan yang layak. Lantas, masyarakat mandiri akan
tumbuh dengan pondasi kekokohan pendapatan yang layak untuk hidup.

Lingkungan terjaga dan masyarakat sejahtera didapat dari berkebun kelapa sawit.
Sehingga kesejahteraan yang tumbuh akan menyebar dan merata, sehingga tiada
lagi kecemburan dan konflik sosial yang bakal terjadi. Dengan sejahteranya
kehidupan petani kelapa sawit, maka sejahtera pula kehidupan suatu bangsa besar
yang bernama Indonesia. Jayalah Indonesia dengan Kelapa Sawit.

0 komentar:

Posting Komentar

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More