Rabu, 18 April 2012

Kerugian Akibat Bibit Palsu

Hampir disetiap daerah terutama Sumatera, Kalimantan dll, kelapa sawit merupakan sumber penghasilan utama, baik yang bekerja di perusahaan-perusahaan besar maupun di kebun sendiri dari yang puluhan hektar sampai beberapa rante (1 rante = 400 m2). Memang memang masih banyak petani yang belum menggunakan benih sawit unggul dari sumber yang terpercaya. Alasannya tentu masalah kesulitan akses dan harga yang tidak terjangkau, sampai-sampai ada istilah bibit “mariles (Marihat Leles)” yang sebenarnya ungkapan bahwa bibit yang digunakan tidak jelas asalnya. Dari Warta Pusat Penelitian Kelapa Sawit, saya jadi tahu bahwa yang dimaksud benih palsu adalah yang termasuk kategori sebegai berikut:

1. Benih yang jenis persilangannya tidak sesuai dengan prosedur pengadaal benih
2. Diproduksi oleh produsen liar tanpa mengikuti kaidah-kaidah pengadaan benih yang benar
3. Diperoleh dari pohon tenera komersial atau brondolan dura liar (“mariles” tergolong dalam    kategori ini)
4. Menghasilkan tanaman beragam dengan rendemen CPO 16%18%

Bagi anda yang ingin serius menekuni dunia agribisnis kelapa sawit secara professional, jangan sekali-sekali menggunakan benih yang tidak jelas statusnya karena kerugian yang ditimbulkan sangat besar. Selama ini saya percaya kalau bibit “mariles” merugikan hanya dari sisi produksi yang lebih rendah dibandingkan bibit yang unggul. Tapi baru-baru ini saya membaca tulisan Bp. Luqman Erningpraja dalam Warta Pusat Penelitian Kelapa Sawit vol. 10(1) terbitan lawas (2002) yang berjudul “Benih Palsu Kelapa Sawit yang Menyengsarakan Petani”, ternyata kerugian yang ditimbulkan dapat menyangkut banyak aspek.

Aspek Teknis
Kerugian yang termasuk dalam aspek teknis ini adalah produktivitas tanaman dan kesulitan dalam pengolahan di pabrik. Benih palsu jika ditanam di lapangan cendering menghasilkan tegakan yang beragam yang terdiri dari 25% psifera yang tidak produktif (buah jantan/cengkeh), 25% dura dengan produktivitas rendah dan kualitas CPO yang tidah standard, dan 50% tenera yang sangat beragam. Diperhitungkan produktivitas total dari benih palsu hanya sekitar 50% dari benih yang asli, dapat dibayangkan kerugian yang timbul bila arealnya ribuan hektar.

Di samping itu, benih palsu akan menghasilkan tanaman dura yang memiliki cangkang sangat tebal dan keras sehingga sangat riskan merusak mesin pemecah biji. Selain itu terjadi penurunan rendemen inti yang disebabkan biji dura tidak terproses oleh mesin.

Aspek Sosial
Masalah sosial yang pertama timbul tentu saja adalah keluhan karena tidak puas terhadap produktivitas tanaman dari benih palsu walaupun tanaman menunjukkan pertumbuhan yang jagur. Lebih jauh penurunan produktivitas tentu saja menurunkan pendapatan petani sehingga sulit memenuhi kebutuhan hidup dan bisa jadi tidak mampu mengembalikan pinjaman ke bank. Karena tuntutan hidup tidak jarang pencurian TBS terjadi karena hasil dari kebun sendiri tidak memadai. Jika sudah terjadi kasus penjarahan TBS tentu sangat meresahkan masyarakat.
Peredaran benih illegal tidak hanya merugikan pengguna tapi juga produsen benih kelapa sawit unggul karena menurunkan pangsa pasar dan kerugian image karena tidak jarang pelaku benih palsu mengatasnamakan produsen benih unggul yang ternama.

Aspek Finansial
Semua kerugian tentu bermuara pada asfek finansial karena perkebunan kelapa sawit merupakan bisnis yang seharusnya menguntungkan. Hasil perhitungan dengan beberapa kategori menunjukkan bahwa penggunaan bibit yang palsu memang lebih murah dalam biaya pembibitan dan Investasi kebun tapi lebih mahal dalam biaya produksi sehingga dalam perhitungan rugi/laba penggunaan benih palsu jauh di bawah benih asli. Dengan menggunakan benih asli payback period diperhitungkan hanya 7 tahun, bandingkan dengan penggunaan benih palsu yang sampai 14 tahun.

0 komentar:

Posting Komentar

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More